BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Salah satu indikator
penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat pada suatu wilayah
tertentu adalah Angka Kematian Ibu melahirkan dan Angka Kematian Bayi.
Sebagaimana diketahui bahwa pengertian AKI adalah jumlah kematian ibu melahirkan per
100.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun. Makin besar angka ini menunjukkan bahwa makin besar masalah kesehatan disuatu wilayah tertentu ( DIKES NTB, 2005).
Hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa secara nasional AKI di
Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Hasil survey tersebut tidak
memberi informasi tentang AKI untuk setiap Propinsi yang ada di Indonesia.
Selain itu SDKI tersebut juga menyajikan bahwa AKB untuk Indonesia adalah
34/1000 kelahiran hidup, dan untuk Propinsi NTB adalah 72/1000 kelahiran hidup
lebih rendah dari hasil SDKI 2002 yaitu 74/1000 kelahiran hidup. Disebutkan
juga Angka Kematian Neonatal untuk Indonesia adalah 20/1000 kelahiran hidup,
sedangkan Angka Kematian Neonatal di NTB adalah 34/1000 Kelahiran Hidup. Kematian Neonatal berhubungan dengan kondisi ibu saat
hamil dan melahirkan (DIKES NTB, 2005).
Retensio
urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. Retensio urine merupakan suatu keadaan darurat yang
paling sering ditemukan dan dapat terjadi kapan saja. Bilamana retensio urine
tidak ditangani sebagaimana mestinya akan mengakibatkan terjadinya penyulit
yang memperberat morbiditas penderita. Dampak dari seorang ibu setelah
melahirkan biasanya mengalami retensio urine atau sulit berkemih yang biasanya
disebabkan oleh trauma kandung kemih dan nyeri pada persyarafan kandung kemih.
Perubahan
fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan berlangsung merupakan
predisposisi terjadinya retensi urine satu jam pertama sampai beberapa hari
post partum. Perubahan ini juga dapat memberikan gejala dan kondisi patologis
yang mungkin memberikan dampak pada perkembangan fetus dan ibu. Residu urine
setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml, jika residu urine ini
lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga dikatakan retensi urine.
Insiden
terjadinya retensi urine post partum berkisar 1,7% sampai 17,9%. Insiden
retensio akut pada wanita sekitar 0,07% per 1000 populasi wanita, dimana lebih
dari setengahnya terjadi setelah pembedahan atau post partum. Penelitian di
Amerika tahun 2001 mencatat kejadian retensio urine post partum 1,7% sampai
17,9%, dan pada tahun 2007 tercatat kejadian retensio urine post partum di
laporkan 14,8% dan 25,7%. Dalam kemampuan berkemih pasca operasi, retensio
urine dialami oleh 15,0% penderita mengalami histerektomi vaginalis,
dibandingkan 4,8% pasca histerektomi total abdominalis, sedangkan penderita
yang menjalani histerektomi vaginalis dengan kolporafia 29% mengalami retensio
urine. Angka kejadian retensio urine di Ruang nifas RSUD Kota Mataram dari bulan Mei sampai bulan Juli sebanyak 10 kasus.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan
Umum
Mampu melakukan Asuhan Kebidanan pada
Ny. “S” dengan Nifas normal + Retensio urine di RSUD Kota Mataram dengan
menggunakan manajemen SOAP.
1.2.2
Tujuan Khusus
1. Agar
mahasiswa mampu melakukan pengkajian data Subyektif pada Ny. “S’ dengan nifas normal + Retensio
urine di RSUD Kota Mataram.
2. Agar
mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada Ny. “S’ dengan nifas
normal + Retensio urine di RSUD Kota Mataram.
3. Agar
mahasiswa mampu mengidentifikasi analisa dan diagnosa pada Ny. “S’ dengan nifas
normal + Retensio urine di RSUD Kota Mataram.
4. Agar
mahasiswa mampu memberikan asuhan yang menyeluruh pada Ny. “S’ dengan nifas
normal + Retensio urine di RSUD Kota Mataram.
1.3
Manfaat
1.3.1
Bagi lahan
Dapat memberikan bimbingan pada
mahasiswa tentang perkembangan pengetahuan baik yang menyangkut di pendidikan
ataupun di lahan praktek.
1.3.2 Bagi Institusi
Mengetahui kemampuan mahasiswanya dalam
menerapkan ilmu pendidikan yang telah diperoleh di bangku kuliah serta sebagai
bahan analisa untuk pendidikan pada kasus Retensio urine.
1.3.4 Bagi Pembimbing
Dapat menembah kemampuan dan pengalaman
pembimbing dalam memberikan bimbingan pada mahasiswa dalam mengelola dan
memanajemen kasus Retensio Urine.
1.3.5 Bagi mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam mengelola dan memanajemen kasus pathologi
khususnya Retensio urine.
BAB 2
TINJUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Retensio
Urine
1.
Pengertian
Retensio urine adalah ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih secara spontan. Gejala yang ada meliputi tidak
adanya kemampuan sensasi untuk mengosongkan kandung kemih ketika buang air
kecil, nyeri abdomen bawah atau tidak bisa berkemih sama sekali. Retensio urine
dapat terjadi secara akut maupun kronik.
Retensio urine akut dapat didefinisikan
sebagai rasa nyeri mendadak yang timbul akibat tidak bisa berkemih selama 24
jam, membutuhkan pertolongan kateter dengan reduksi urine keluar kurang 50%
dari kapasitas sistometer. Kandung kemih yang normal kosong secara sempurna,
pada retensio urine kronik terjadi kegagalan pengosongan kandung kemih.
Retensio urine adalah tidak bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan
pertolongan kateter, karena tidak dapat mengeluarkan urine lebih dari 50%
kapasitas kandung kemih pada saat berkemih. Biasanya berkemih spontan harus
sudah terlaksana dalam 6 jam sesudah melahirkan. Apabila setelah 6 jam pasien
tidak dapat berkemih dinamakan retensio urine post partum (Winkjosastro, 2007).
2.
Etiologi
Secara umum, retensio urine post
partum dapat disebabkan oleh trauma intra partum, reflek kejang sfingter
uretra, hipotonia selama hamil dan nifas, ibu dalam posisi tidur terlentang,
peradangan, psikogenik dan umur yang tua (Winkjosastro, 2007).
3.
Patofisiologi
Kegagalan pengosongan kandung kemih
disebabkan oleh karena menurunnya kontraktilitas kandung kemih, meningkatnya
tahanan keluar, atau keduanya. Kontraktilitas otot kandung kemih dihasilkan
karena adanya perubahan sementara atau permanen mekanisme neuomuskular yang
diperlukan untuk menimbulkan dan mempertahankan kontraksi detrusor normal atau
bisa karena mekanisme refleks sekunder terhadap rangsang nyeri khususnya di
area pelvis dan perineum. Penyebab non neurogenik termasuk kerusakan fungsi
otot kandung kemih yang bisa disebabkan karena peregangan berlebih, infeksi
atau fibrosis.
Pada keadaan post partum, kapasitas
kandung kemih meningkat, tonus menurun, kurang sensitif terhadap tekanan intra
vesikal, serta cepatnya pengisian kandung kemih karena penggunaan oksitosin
yang anti diuretik, menyebabkan peregangan kandung kemih secara berlebihan.
Kapasitas kandung kemih bertahan sekitar 200 cc.
Retensio urine post partum dapat
terjadi akibat edema periurethra, laserari obstetrik, atau desensitifitas
vesika urinaria oleh anestesi epidural. Pada persalinan dengan tindakan bedah
obstetri sering di jumpai retensio urine post partum. Luka pada daerah perineum
yang luas, hematoma, trauma saluran kemih bagian bawah, dan rasa sakit akan
mengakibatkan retensio uri. Rasa nyeri yang hebat pada perlukaan jalan lahir
akan mengakibatkan otot dasar panggul mengadakan kontraksi juga sfingter uretra
eksterna sehingga pasien tidak sadar menahan proses berkemih.
Edema uretra dan trigonum yang
disertai ekstravasasi darah di sub mukosa dinding kandung kemih menyebabkan
retensio urine. Hal ini bisa disebabkan karena penekanan kepala janin pada
dasar panggul terutama partus kala II yang terlalu lama. Lama persalinan lebih
dari atau sama dengan 800 menit berhubungan dengan retensio urine post partum.
Hal lain yang menjadi penyebab edema uretra dan trigonom adalah trauma
kateteritasi yang berulang-ulang dan kasar, dan infeksi saluran kemih yang akan
menimbulkan kontraksi otot detrusor yang tidak adekuat. Pemakaian anastesi dan
analgesik pada persalinan seksio sesaria dapat menyebabkan terganggunya kontrol
persyarafan kandung kemih dan uretra.
4.
Diagnosa
Diagnosa retensio post partum
umumnya mudah ditegakkan dari anamnesis. Sesuai dengan definisinya yaitu
ketidak mampuan berkemih secara spontan dalam 24 jam post partum dengan atau
tanpa rasa nyeri di suprasimpisis atau keinginan berkemih dengan atau tanpa
disertai kegelisaan tapi tidak dapat berkemih secara sepontan sehingga
memerlukan upaya untuk mengatasi gangguan.
Pemeriksaan klinik pada pasien
dengan retensio urin akan memberikan informasi adanya massa yang keras atau
tidak keras pada sekitar pelvis dengan perkusi yang pekak. Vesika urinaria
mungkin dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 cc.
Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba vesika urinaria bila terisi lebih
dari 200 cc.
Pemeriksaan spesimen urin porsi
tengah dilakukan secara mikroskopik, kultur dan sensitifitas, mengingat infeksi
traktus urinarius dapat mengakibatkan retensio urine akut. Infeksi traktus
urinarius yang berulang dapat merupakan komplikasi dari gangguan miksi yang
lama dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan manajemen aktif guna
menghindari kerusakan lebih lanjut pada traktus urinarius bagian atas.
Residu urin adalah sisa volume urin
dalam kandung kemih setelah penderita berkemih setelah penderita berkemih
spontan. Pada pasien post partum spontan dan seksio sesarea, setelah kateter di
lepas, bila setelah 4 jam tidak dapat berkemih spontan, dilakukan pengukuran
volume residu urin, retensio urin terjadi bila volume residu > 200 cc
5.
Penatalaksanaan
Terapi yang tepat untuk pasien
dengan retensio urine akut tidak hanya untuk mengurangi gejala tetapi juga
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada fungsi vesika urinaria. Peregangan
yang berlebihan pada vesika urinaria dapat menyebabkan dilatasi dari traktus
urogenitalia bagian atas yang selanjutnya dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
Karena itu tujuan utama kasus ini adalah membuat drainase vesika urinaria.
Tindakan drainase mungkin dapat diawali dengan pemasangan kateter
transurethral. Kateter harus ditinggalkan sampai pasien bisa buang air kecil
spontan. Pada beberapa pasien dengan retensio urine akut mungkin hanya
membutuhkan pemasangan kateter satu kali, tetapi pada pasien lain (khususnya
post operasi) membutuhkan pemasangan kateter dalam jangka waktu yang lama.
Untuk menghilangkan gejala
overdistensi vesika urinaria biasanya kateter dipasang dan ditinggal selama
paling sedikit 24 jam untuk mengosongkan vesika urinaria. Jika kateter sudah
dilepas harus segera di nilai apakah pasien sudah buang air kecil secara
spontan. Bila pasien tidak bisa buang air kecil secara spontan setelah 4 jam,
kateter harus dipasang kembali dan volume residu urin harus di ukur. Apabila
volume residu urin > 200 cc atau 100 cc pada post operasi ginekologi,
kateter harus di pasang kembali.
Pada retensio urine digunakan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraksi kandung kemih dan yang menurunkan resistensi uretra.
a.
Obat yang kerjanya di sistem saraf parasimpatis
Biasanya digunakan obat kolinergik,
yaitu obat-obatan yang kerjanya menyerupai asetilkolin. Asetilkolin sendiri
tidak digunakan dalam klinik mengingat efeknya difus/non spesifik dan sangat
cepat di metabolisir sehingga efeknya sangat pendek. Obat kolinergik bekerja di
ganglion atau di organ akhir (end organ) tetapi lebih banyak di sinaps organ
akhir, yaitu yang disebut dengan efek muskarinik. Obat–obatan tersebut antara
lain : betenekhol, karbakhol, metakholin dan furtretonium.
b.
Obat yang bekerja pada sistem saraf simpatis
Obat yang menghambat (antagonis)
reseptor ẞ diperlukan untuk menimbulkan kontraksi kandung kemih, sedangkan obat
antagonis α di pergunakan untuk menimbulkan relaksasi uretra. Yang telah
digunakan secara klinis adalah antagonis α, yaitu fenoksibemzamin. Penghambat
reseptor ẞ belum tersedia penggunaannya dalam klinik.
c.
Obat yang bekerja langsung pada otot polos
Beberapa obat yang telah di coba
adalah : barium klorida, histamin, ergotamin dan polipeptida aktif, akan tetapi
belum dapat digunakan secara klinis karena efeknya tidak spesifik.
Prostagladin telah terbukti dapat
mempengaruhi kerja otot-otot detrusor. Desmond menyatakan bahwa pengaruh
prostaglandin terhadap kandung kemih adalah meningkatkan sensitifitas kandung
kemih, meningkatkan tonus dan kontraktilitas otot detrusor, dan juga dapat
dipergunakan untuk mengembalikan otot-otot ini jika terganggu kemampuannya
dalam menanggapi stimulusi berkemih normal.
Selama pemasanggan kateter menetap
ini pasien disuruh minum banyak kurang dari 3000 ml selama 24 jam,
mobilisasi dan di periksa urinalisis. Selanjutnya di lakukan kateter buka tutup
tiap 4 jam kecuali jika ada perasaan Pasien ingin berkemih kateter dibuka.
Apabila tidak ada rasa ingin berkemih selama 6 jam maka keteter di buka dan di
ukur volumenya. Proses buka tutup kateter ini dilakukan selama 24 jam dan
pasien tetap minum banyak berkisar 3000 ml/24 jam. Setelah itu kateter di lepas
dan pasien minum biasa 50-100 ml/jam. Diharapkan dalam waktu 6 jam pasien dapat
berkemih spontan. Bila tidak bisa pasien dikateter intemitten untuk mengetahui
volume urin sisa. Bila volume urin sisa kurang dari 200 ml pasien boleh pulang.
Tetapi apabila volume urin sisa lebih dari 200 ml dan kurang dari 500 ml maka
dilakukan katetrisasi intermitten pasien disuruh minum biasa (50-100 ml/jam)
(Winkjosastro, 2007).
2.2 Konsep
Pendokumentasian SOAP
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. Asuhan yang telah
diberikan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis dalam suatu metode
pendokumentasian.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang dapat
mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah diberikan pada
seorang klien, yang didalamnya tersirat proses berfikif yang sistematis seorang
bidan dalam menghadapi seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses
menajemen kebidanan (Varney, 2005).
Menurut Hellen Varney, alur berfikir saat menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk orang lain mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis,
didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu :
S =
SUBJEKTIF
Menggambarkan
pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah
I Varney
O =
OBJEKTIF
Menggambarkan
pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan test
diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney
A =
ASSESMENT
Menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan data objektif dalam suatu identifikasi :
1.
Diagnosa/masalah
2.
Antisipasi diagnosa/masalah potensial
3.
Perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan
sebagai langkah 2, 3, 4 Varney.
P =
PLANNING
Menggambarkan
pendokumentasian dari tindakan 1 dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan
Assesment sebagai langkah 5, 6, 7 Varney.
BAB
3
ASUHAN
KEBIDANAN PADA Ny. “S” DENGAN NIFAS
NORMAL
HARI PERTAMA + RETENSIO URINE
DI
RUANG NIFAS RSUD KOTA MATARAM
TANGGAL
15 JUNI 2013
Tanggal
masuk ruang nifas : 15
Juni 2013 Pukul 13.00 WITA
Tanggal
Pengkajian : 15 Juni 2013
Waktu : 15.00 WITA
Tempat : Ruang Nifas
3.1
DATA SUBYEKTIF (S)
Biodata
|
Istri
|
Suami
|
Nama
|
Ny. “S”
|
Tn. “R”
|
Umur
|
40 tahun
|
32 tahun
|
Agama
|
Islam
|
Islam
|
Suku
|
Sasak
|
Sasak
|
Pendidikan
|
SMA
|
SMA
|
Pekerjaan
|
IRT
|
Swasta
|
Alamat
|
Selagalas
|
|
1. Keluhan
Utama
Ibu mengatakan belum bisa BAK sejak
melahirkan
2. Riwayat
keluhan utama
Ibu melahirkan normal di RSUD Kota Mataram
tanggal 15 juni 2013 pukul 08.40 wita dengan BB : 4100 gram, PB : 51 cm, LIKA :
35 cm, LIDA : 34 cm, LILA : 12 cm, Jenis kelamin laki-laki, terdapat robekan
perineum derajat dua dan sudah dilakukan heating. Pukul 10.45 wita keadaan umum
ibu baik, TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36,6 °C, Cut
(+), TFU 2 jari bawah pusat, lochea ±10 cc, ibu belum bisa BAK. Pukul 13.00 wita ibu di pindahkan ke ruang
nifas, keadaan umum ibu baik, TD : 110/80 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/menit,
S : 36,5 °C, cut (+), TFU 1 jari bawah pusat, Lochea ± 5 cc. Ibu mengatakan belum bisa BAK sejak
jam 10.00 wita, kemudian dilakukan konsultasi dengan dokter obgin lalu
dilakukan advice dokter yaitu melakukan
cek residu urine dan diperoleh nilai residu urine sebesar 1300 cc. Setelah itu
dilakukan advice dokter yaitu memasang infus DC dan dipertahankan selama 1 x 24
jam serta diberikan terapi gastrul 2x1, nonflamin 2x1, Neurosanbe 1x1 dan injeksi zibac 1
gr/iv.
3.
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
yang lalu
Hamil
ke
|
UK
|
Jenis
Persali
nan
|
Tempat
|
Peno
long
|
Penyulit
|
BBL
|
JK
|
Usia
|
Ket
|
|||
H
|
B
|
N
|
||||||||||
I
|
9 bln
|
Normal
|
PKM
|
Bidan
|
-
|
-
|
-
|
3600
|
♀
|
13 th
|
Hidup
|
|
2
|
9 bln
|
Normal
|
PKM
|
Bidan
|
-
|
-
|
-
|
4000
|
♂
|
7
th
|
Hidup
|
|
3
|
9 bln
|
Normal
|
RS
|
Bidan
|
-
|
-
|
-
|
3600
|
♀
|
5,5 th
|
Hidup
|
|
ini
|
9 bln
|
Normal
|
RS
|
Bidan
|
-
|
-
|
-
|
4100
|
♂
|
1 hari
|
Hidup
|
|
4. Riwayat
Kehamilan Sekarang
a.
Hamil ke :
4 (empat)
b.
HPHT
:
06-09-12
c.
Umur Kehamilan : 9 bulan
d.
Gerakan janin : Sejak umur kehamilan 4 bulan
e.
ANC :
8 kali di Puskesmas
f.
TT :
2 kali (lengkap)
g.
Riwayat KB yang lalu : IUD ± 4 tahun
h.
Rencana KB : IUD
i.
Obat yang dikonsumsi : Tablet tambah darah (Fe)
5. Riwayat
persalinan
Tanggal
persalinan : 15 Juni 2013 pukul 08.40 wita
Jenis persalinan : Spontan
TFU :
2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus : Baik
Laserasi perineum : Derajat dua
Keadaan bayi
BB :
4100 gram
PB :
51 cm
LILA : 12 cm
LIKA : 35 cm
LIDA : 34 cm
JK :
laki-laki
6.
Riwayat Kesehatan yang Lalu/ Penyakit
yang Pernah Diderita
a.
Penyakit Kardiovaskuler : Tidak pernah
b. Penyakit
Hipertensi : Tidak
pernah
c.
Penyakit diabetes : Tidak pernah
d. Penyakit
hepatitis : Tidak
pernah
e.
Penyakit kelamin/ HIV/ AIDS : Tidak pernah periksa laboraturium
f.
Penyakit malaria : Tidak pernah
g. Penyakit
campak : Tidak
pernah
h. Penyakit
TBC : Tidak
pernah
i.
Penyakit ginjal : Tidak pernah
j.
Penyakit asma : Tidak pernah
k. Riwayat
Kembar : Tidak
ada
7. Riwayat
biopsikososial
Ket
|
Saat
hamil
|
Saat
nifas
|
Nutrisi
|
Makan
Komposisi
: Nasi, Lauk pauk, sayur
Porsi
: ½ -1 piring
Frekuensi
: 3 x sehari
Makanan
pantangan :
Tidak
ada
Minum
Komposisi
: air putih
Frekuensi
: 7-8 gls/hari
Minuman
pantangan :
Tidak
ada
|
Makan
Komposisi
: Nasi, Lauk pauk, sayur
Porsi
: 1 piring
Frekuensi
: 3 x sehari
Makanan
pantangan :
Tidak
ada
Minum
Komposisi
: air putih
Frekuensi
: 8-10 gls/hari
Minuman
pantangan :
Tidak
ada
|
Eliminasi
|
BAB
Frekuensi
: 1x sehari
Konsistensi
: lunak
Warna
: kuning
Masalah
: Tidak ada
BAK
Frekuensi
: 5-6 x sehari
Warna
: kuning jernih
Masalah
: tidak ada
|
BAB
Frekuensi
: 1x sehari
Konsistensi
: lunak
Warna
: kuning
Masalah
: Tidak ada
BAK
Frekuensi
: -
Warna
: kuning jernih
Masalah
: retensio urine
|
Personal
hygiene
|
Mandi
: 2 x sehari
Gosok
gigi : 2x sehari
Keramas
: 2x seminggu
|
Mandi
: 2 x sehari
Gosok
gigi : 2x sehari
Keramas
: 2x seminggu
|
Istirahat
dan tidur
|
Siang
: 1-2 jam
Malam
: 7-8 jam
Masalah
: tidak ada
|
Siang
: 2 jam
Malam
: 8 jam
Masalah
: tidak ada
|
3.2 DATA OBYEKTIF (O)
1. Pemeriksaan
umum
a.
Keadaan umum : Baik
b.
Kesadaran : Composmentis
c.
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
d.
Pernafasan : 22 x/menit
e.
Nadi :
82 x/menit
f.
Suhu :
36,5 ºC
g.
Berat Badan : 60 kg
h.
Tinggi Badan : 153 cm
i.
LILA :
26 cm
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Kepala dan Rambut
Inspeksi :
Bersih, warna rambut hitam, tidak ada ketombe,
distribusi merata,
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
b.
Muka
Inspeksi :
Simetris, tidak pucat, tidak terdapat cloasma gravidarum,
Palpasi :
Tidak ada oedema pada tulang frontale, zigomaticum dan mandibula.
c.
Mata :
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterus.
d.
Mulut dan gigi : Bibir tidak kering dan tidak pecah-pecah, bibir tidak pucat,
mulut bersih, gusi tidak berdarah, tidak ada caries, tidak ada gigi berlubang.
e. Leher
Inspeksi :
Tidak ada kelainan
Palpasi :Tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe dan thyroid
f.
Payudara
Inspeksi : Simetris, puting susu menonjol, terdapat
pengeluaran ASI, tidak terdapat retraksi/ dimpling,
Palpasi :
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
g. Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari bawah
pusat
h. Vagina : Lochea rubra (+), luka
jahitan masih basah.
i.
Ekstremitas : Tidak ada oedema, kuku bersih dan tidak pucat, tidak ada
varises, tidak ada tanda hofman
3. Pemeriksaan
Penunjang Tanggal 15 Juni 2013
HB :
11,0 gr%
WBC :
80,0 L 10³/mm³
RBC :
4,80 10³/mm³
PLT :
274 L 10³/mm³
GDS :
95 mg/dl
HBs Ag :
(-)
3.3 ANALISA
(A )
1. Diagnosa
: P4A0H4 post partum hari pertama dengan
retensio urine
2. Masalah
potensial : infeksi saluran kemih
3.4 PENATALAKSANAAN (P)
Tanggal : 15 Juni 2013
Waktu : 15.00
WITA
1. Menginformasikan
kepada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik, TD: 110/80
mmHg, Nadi : 82x/ menit, Respirasi: 22x/ menit, Suhu: 36,5°C, Lochea ± 10 cc.
Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan dirinya.
2. Menjelaskan
kepada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami retensio urine yaitu ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih atau buang air kecil secara spontan. Ibu
mengerti dengan apa yang di sampaikan. Kemudian dilakukan penandatanganan
inform consent dan persetujuan tindakan medik.
3. Melakukan
advice dokter yaitu memasang kateter tetap dalam 24 jam dan memasang infus RL
serta memberikan injeksi zibac 1 gr/iv setelah dilakukan skin test.
4. Memberikan
obat-obatan yaitu Gastrul 2x1, nonflamin 3x1 dan Neurosanbe 1x1.
5. Menganjurkan
ibu untuk banyak minum air putih minimal 8 gelas/hari.
6. Menganjurkan
ibu untuk mobilisasi dini.
7. Mengajarkan
ibu cara menyusui yang benar yaitu lengan ibu menopang kepala, leher dan
seluruh tubuh bayi (kepala dan tubuh berada pada satu garis lurus), perut bayi
menempel pada perut ibu, muka bayi menghadap ke perut ibu, hidung bayi didepan
puting susu ibu, dan mulut bayi menghisap sampai bagian hitam disekitar puting
ibu agar puting ibu tidak lecet.
CATATAN
PERKEMBANGAN HARI PERTAMA
Tanggal 16 Juni 2013 Pukul 08.00
WITA
(S) SUBJEKTIF
Ibu
mengatakan tidak ada keluhan
(O) OBJEKTIF
Keadaan
umum baik, TTV : TD: 100/70 mmHg, Nadi:
80x/menit, suhu: 36,5°C, RR: 22x/menit, cut (+), TFU 2 jari bawah pusat, Lochea
± 5 cc, UT 200 cc,
(A)
ANALISA
P4A0H4
post partum normal hari ke 2 dengan retensio urine
(P)
PENATALAKSANAAN
Tanggal : 16 Juni 2013
Jam : 08.00 Wita
1.
Memberitahu ibu hasil pemeriksan yang di
dapat bahwa keadaan ibu baik, TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, suhu: 36,5°C,
RR: 22x/menit, TFU 2 jari bawah pusat, Lochea ± 5 cc, UT ± 300 cc.
2.
Melakukan advice dokter yaitu bleeder
training (buka tutup kateter setiap 4 jam) dari tanggal 16 juni 2013 pukul
16.30 wita sampai dengan tanggal 17 juni 2013 pukul 16.30 wita.
Tanggal 16 juni 2013
Pukul
16.30 wita mulai bleeder training / 4 jam
Pukul
20.00 wita injeksi zibac 1 gr/iv
Pukul
20.30 wita buka klem UT 200 cc
Tanggal 17 juni 2013
Pukul
00.30 wita buka klem UT 150 cc
Pukul
04.30 wita buka klem UT 250 cc
Pukul
06.00 wita injeksi zibac 1 gr/iv
Pukul
08.30 wita buka klem UT 200 cc
Pukul
12.30 wita buka klem UT 300 cc
Pukul
16.30 up DC
3.
Menganjurkan ibu untuk banyak minum air
putih dan minum obat yang diberikan.
4.
Menganjurkan pada ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan mandi 2-3 x/hari, mengosok gigi dengan teratur, puting
susu dibersihkan dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah
menyusukan bayi, sering mengganti pembalut minimal 2x/hari atau ganti pembalut
bila sudah penuh, membersihkan vulva dari arah depan ke belakang.
5.
Menjelaskan pada ibu pentingnya
mobilisasi dini, seperti duduk, berdiri dan berjalan-jalan dengan tujuan untuk
mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah kehamilan dan persalinan dan
untuk mempercepat proses pengecilan dari rahim serta dalam upaya proses
mempercepat penyembuhan luka jahitan dan memperlancar peredaran darah.
6.
Ibu mengerti dengan semua yang telah
dijelaskan dan akan melakukan semua yang telah dianjurkan.
7.
Pukul
19.30 wita ibu bisa BAK sendiri kemudian dilakukan cek residu urine dengan
hasil ± 200 cc.
8.
Advice dokter pasien boleh pulang.
CATATAN
PERKEMBANGAN HARI KEDUA
Tanggal 18 Juni 2013 Pukul 08.00
WITA
(S) SUBJEKTIF
Ibu
mengatakan tidak ada keluhan
dan BAK lancar
(O) OBJEKTIF
Keadaan
umum baik, TTV : TD: 110/80 mmHg, Nadi:
80x/menit, suhu: 36,8°C, RR: 22x/menit, cut (+), TFU 2 jari bawah pusat, Lochea
± 5 cc
(A) ANALISA
P4A0H4
post partum normal hari ke 3 dengan retensio urine
(P) PENATALAKSANAAN
Tanggal : 18 Juni 2013
Jam : 08.00 wita
1. Memberitahu
ibu hasil pemeriksan yang di dapat bahwa keadaan ibu baik, TD: 110/80 mmHg,
Nadi: 80x/menit, suhu: 36,8°C, RR: 22x/menit, TFU 2 jari bawah pusat, Lochea ±
5 cc.
2. Menganjurkan
ibu untuk banyak minum air putih dan minum obat yang diberikan.
3. Memberikan
konseling terhadap ibu tentang tanda-tanda bahaya pada ibu nifas yaitu darah
banyak keluar dari vagina, lochea atau cairan berbau busuk, demam tinggi,
tekanan darah tinggi disertai dengan mual muntah, nyeri ulu hati, penglihatan
kabur dan pusing berlebihan.
4. Menganjurkan
ibu untuk kontrol ulang 1 minggu lagi tanggal 25 juni 2013 di Puskesmas
terdekat atau segera ke tenaga kesehatan apabila mengalami keluhan yang
dirasakan.
5. Pukul
10.00
wita infus dilepaskan dan ibu diperbolehkan pulang.
BAB
4
PEMBAHASAN
Retensio urine adalah ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih secara spontan. Gejala yang ada meliputi tidak
adanya kemampuan sensasi untuk mengosongkan kandung kemih ketika buang air
kecil, nyeri abdomen bawah atau tidak bisa berkemih sama sekali. Retensio urine
dapat terjadi secara akut maupun kronik.
Pada Kasus Ny “S” berdasarkan pengkajian kasus yang
dilakukan, ibu mengeluh tidak bisa BAK secara spontan. Pada kasus ini dapat
ditemukan beberapa kemungkinan penyebab yakni trauma intra partum, reflek kejang
sfingter uretra, hipotonia selama hamil dan nifas, ibu dalam posisi tidur
terlentang, peradangan, psikogenik dan umur yang tua.
Pada
pemeriksaan objektif tidak ditemukan kelainan pada keadaan umum dan keadaan
fisik ibu namun pada pemeriksaan residu urine didapatkan volume residu
urine sebesar 1300 cc. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut ditegakkan
diagnosa retensio urine
Pada
kasus ini dilakukan tindakan pemasangan kateter tetap dan pemberian terapi
obat-obatan seperti gastrul, nonflamin dan Zibac serta dilakukan bleeder
training ( buka tutup kateter setiap 4 jam ).
Pada kasus dengan retensio urine,
tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan di lahan karena karena penanganan
yang dilakukan sesuai dengan teori yang ada.
BAB
5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Penyusun
telah melakukan pengkajian data subjektif pada pasien dengan retensio urine
untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat.
2. Penyusun
telah melakukan pengkajian data objektif untuk mendapatkan informasi dan data
yang akurat.
3. Penyusun
dapat mengidentifikasi analisa dan diagnosa.
4. Penyusun
dapat memberikan asuhan yang menyeluruh sesuai dengan diagnosa.
5.2 SARAN
1. Bagi RSUD Kota Mataram
Diharapkan untuk tetap mempertahankan mutu
pelayanan kebidanan yang berkualitas pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan
asuhan pada bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan kesehatan pada ibu dan
anak serta mengurangi angka mortalitas dan morbiditas khususnya di provinsi
NTB.
2. Bagi Institusi
Diharapkan mengetahui kemampuan
mahasiswanya dalam menerapkan ilmu pendidikan yang telah diperoleh di bangku
kuliah serta sebagai bahan analisa untuk pendidikan.
3. Bagi Pembimbing
Diharapkan untuk tetap meningkatkan
kualitas bimbingan terhadap mahasiswa sehingga dapat memberikan bimbingan secara
profesional di lahan praktek, serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam
bidang kebidanan pada mahasiswa.
4. Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk dapat melakukan pengkajian pada ibu dengan retensio urine dengan manajemen SOAP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar