BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kehamilan disertai
penyakit dibetes melitus
A.
Diabetes
Melitus
Diabetes melitus pada kehamilan adalah
intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM),
terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini
mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru
diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidarat yang menunjang pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga
kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula
terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen,
steroid, dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resopsi makanan maka terjadi
hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
B.
Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar
penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan
faktor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak
mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi
lebih dari 4000gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu
>30 tahun, tiwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya,
obesitas, riwayat BBL >4500gr dan infeksi saluran kemih berulang selama
hamil.
C.
Klasifikasi
1. Tidak
tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN)
yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2. Tergantung
insulin (TI) – insulin dependent diabetes mellitus yaitu kasus yang memerlukan
insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
D.
Komplikasi
1. Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion,
hipertensi kronik, PE, kematian ibu
2. Fetal : abortus spontan, kelainan
kongenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
3. Neonatal :
prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia,
hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, sindroma gawat nafas,
polisitemia.
E.
Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran
normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa <105mg/dl, 2 jam sesudah
makan <120mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak
ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal.
Pantau kadar glukosa darah minimal 2
kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarkan pasien memantau gula darah
sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih
sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat
dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan
melalui ASI, kenaikan BB pada trimester 1 diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan
selanjutnya 0,5 kg/minggu, total kenaikan BB sekitar10-12kg.
F.
Penatalaksanaan
Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur
TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus menggunakan USG dan KTG. Lakukan
penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia
pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat
dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan
persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat
bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak
janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan,
lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK<38
minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34
minggu dan biasanya memerlukan insulin.
2.2 Kehamilan disertai penyakit
jantung
A.
Etiologi
Sebagian besar
disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah
stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan
insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara
insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
B.
Faktor
predisposisi
Peningkatan usia
pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau
eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat dekompensasi
cordis, anemia.
C.
Patofisiologi
Keperluan janin
yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam
berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu
banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih
berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system
kardiovaskuler yang biasanya masih dalam batas-batas fisiologik.
Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
1. Hidrenia
(hipervolemia), dimulai sejak usia kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK
32-36 minggu
2. Uterus
gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan
ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan
dan putaran
Volume
plasma bertambah juga sebesar 22%. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume
plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah, hal ini mengakibatkan
terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24
jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan
dari ekstra vaskuler ke dalam pembuluh darah, kemudian diikuti periode deuresis
pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasma).
Dua minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume seperti sebelum
hamil.
Jantung
yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh
karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi
rata-rata 88x/m dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium
mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah
apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien
yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi dekompensasi cordis.
D.
Manifestasi
klinis
Mudah lelah,
nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal
jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan
peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan.
Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal.
Biasanya terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam
medis.
Perlu diawasi
saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
1. Antara
minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan
32 saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum.
2. Saat
persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam
sirkulasi sistemik sebesar 15-20% dan ketika meneran pada partus kala II, saat
arus balik vena dihambat kembali ke jantung.
3. Setelah
melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil
menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan
sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.
4. 4-5
hari setelah persalinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan
embolipulmonal dari thrombus iliofemoral
E.
Pemeriksaan
penunjang
Selain
pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
1. EKG
untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda
penyakit perikadium, iskemia, infark,. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
2. Ekokardigrafi.
Metode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahui kelainan fungsi dan
anatomi dari bilik, katup, dan pericardium.
3. Pemeriksaan
radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat
dilakukan dengan member pelindung di abdomen dan pelvis.
F.
Diagnosis
Burwell dan
Metcalfe mengajukan 4 kriteria.
Diagnosis ditegakkan bila ada satu kriteria:
·
Bising diastolic,
presistolik, atau bising jantung terus menerus
·
Pembesaran jantung yang
jelas
·
Bising sistolik yang
nyaring, terutama bila disertai thrill
·
Aritmia berat
Pada wanita hamil yang tidak
menunjukkan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila
terdapat gejala dekompensasi jantung pasien harus digolongkan satu kelas lebih
tinggi dan segera dirawat.
G.
Klasifikasi
penyakit jantung dalam kehamilan
1. Kelas
I
·
Tanpa pembatasan
kegiatan fisik
·
Tanpa gejala penyakit
jantung pada kegiatan biasa
2. Kelas
II
·
Sedikit pembatasan
kegiatan fisik
·
Saat istirahat tidak
ada keluhan
·
Pada saat kegiatan
fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti : kele;ahan, jantung
berdebar (palpitasi kordis), sesak nafas atau angina pectoris.
3. Kelas
III
·
Banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik
·
Saat istirahat tidak
ada keluhan
·
Pada aktifitas fisik
ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
4. Kelas
IV
·
Tidak mampu melakukan
aktivitas fisik apapun
H.
Komplikasi
Pada ibu dapat
terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus. Pada janin
dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah,
pertumbuhan janin terhambat.
I.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan kalisifikasinya yaitu :
1. Kelas
I
Tidak
memerlukan pengobatan tambahan
2. Kelas
II
Pengawasan
kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap10 menit. Bila terjadi takikardi,
takipnea, sesak nafas ( ancaman gagal jantung ), berikan digitalis berupa
suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan
selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan
diuretic.
Pada
kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit
dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum
dengan segera. Tidak boleh memakai ergometrin karena kontraksi uterus yang
bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dalam
jumlah besar.
3. Kelas
III
Dirawat
di RS selama hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic.
4. Kelas
IV
Harus
dirawat di RS. Kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat.
Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika
kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selam hamil dan nifas.
Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak
lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal
jantung akan cepat hilang.
J.
Prognosis
Prognosis
tergantung klasifkasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan
kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi
lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.
2.3 Kehamilan disertai
penyakit pernapasan
A.
Pneumonia
Pneumonia dalam
kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetric yang terbesar setelah
penyakit jantung. Oleh karena itu, pneumonia harus segera diketahui dalam
kehamilan, segera dirawat dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya
kematian janin/ ibu, terjadinya abortus, persalinan premature atau kematian
dalam kandungan. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun zat
kimia. Untuk keperluan diagnostic dan pengobatan perlu dilakukan
pemeriksaa-pemeriksaan penunjang:
1.
Foto thoraks anterior,
posterior dan lateral
2.
Pemeriksaan gas darah (
darah arterial )
3.
Sputum diambil dan
diperiksa menurut pulasan gram dan di biak
4.
Darah diambil dan di
biak
Pada sebagian kasus, jenis-jenis
penyakit pneumonia ini mungkin biasa dibedakan satu sama lain, tetapi hasil
foto toraks bukanlah suatu pedoman yang bisa diandalkan untuk memperkirakan
etiologi pneumonia.
Pengobatan
:
1.
Penderita
diistirahatkan dalam keadaan berbaring
2.
Memberi oksigen
3.
Tidak memberikan
obat-obatan yang sifatnya narkotik atau menahan batuk
4.
Diberi obat-obat
antipiretika untuk menurunkan suhu badan penderita
5.
Koreksi kelainan
elektrolit atau gas darah bila ada berilah antibiotika karena sering kali
pneumonia yang disebabkan oleh virus atau zat kimia disertai pula oleh infeksi
kuman-kuman
B.
Asma
bronkiale
Asma bronkiale
merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam
kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama
pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama
pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK
24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi
Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan,
karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia
bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi
keguguran, partus premature, dan gangguan petumbuhan janin.
Penatalaksanaan
1.
Mencegah timbulnya
stress
2.
Menghindari factor
resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3.
Mencegah penggunaan
obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya
serangan
4.
Pada asma yang ringan
dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti
isoproterenol
a)
Pada keadaan lebih berat
penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari
obat di bawah ini
b)
Epinefrin yang telah
dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikkan SC
c)
Isoproterenol (1:100)
berupa inhalasi 3-7 hari
d)
Oksigen
e)
Aminopilin 250-500 mg
(6mg/kg) dalam infus glukosa 5%
f)
Hidrokortison
260-1000mg IV pelan-pelan atau per infus D10%
5.
Hindari penggunaan
obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan
berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Usahakan persalinan
secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau forsep.
6.
Dokter sebaiknya
memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI
sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah dan gangguan tidur. Namun obat anti asma lainnya dan
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes melitus pada kehamilan adalah
intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM),
terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini
mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru
diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali
baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12
jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk
memastikan kematangan janin (bila UK<38 minggu). Kehamilan dengan DM yang
berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan biasanya memerlukan insulin.
Penyakit jantung dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu kelas I tidak ada
pembatasan aktifitas fisik, kelas II sedikit pembatasan kegiatan fisik, kelas
III banyak pembatasan dalam kegiatan fisik, kelas IV tidak mampu melakukan
aktifitas fisik apapun. Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian
non obstetric yang terbesar setelah penyakit jantung. Pneumonia dapat disebabkan
oleh virus, bakteri maupun zat kimia. Asma bronkiale merupakan salah satu
penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita,
bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama
dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada
akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
3.2 Saran
Tingkatkan
pengetahuan tentang patologi dengan banyak membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar